Kamis, 19 April 2012

BERAT BADAN SAPI


MENAFSIR BERAT BADAN TERNAK

Penafsiran berat badan sangat penting dilakukan oleh para pemilik ternak untuk mengetahui bobot tubuh ternak. Cara ini merupakan cara lain untuk mengetahui berat badan ternak selain penimbangan berat badan. Apabila setiap kali harus selalu dilakukan penimbangan, hal ini dirasa kurang praktis di samping timbangan itu jumlahnya terbatas.
Rumus penentuan berat badan sapi berdasar ukuran tubuh bertolak dari anggapan bahwa tubuh ternak sapi berupa tong. Oleh karena itu, ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya adalah panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang telah dikenal adalah rumus Schoorl yang mengemukakan  pendugaan bobot ternak sapi berdasarkan lingkar dada sebagai berikut :
Bobot badan (kg) =   (lingkar dada (cm) + 22)2
100
Rumus lain diturunkan oleh Scheiffer yang telah menggunakan lingkar dada dan panjang badan dalam pendugaannya. Rumus itu sebagai berikut :
Bobot badan (lbs) =  Lingkar dada (inchi)2 x Panjang badan (inchi)
300
Selain itu penafsiran berat badan dapat pula dilakukan dengan pengamatan visual yaitu memperkirakan berat badan ternak yang diamati. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan DWT (Daily  Cow Weighting Tape) yaitu dengan melingkarkan DWT pada sternum 3-4 dan angka yang ditunjuk pada pita ukur itu menunjukkan berat badan ternak. Cara penafsiran yang merupakan cara untuk mengetahui berat badan ternak adalah penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan ternak / neraca. Besar atau kecil, stationer atau portabel, timbangan merupakan bagian yang sangat diperlukan dalam tehnik-tehnik pengukuran, (Blakely and Bade, 1998).
Metode visual adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsir berat badan dengan melihat, mengamati keadaan sapi dengan baik, kemudian kita menafsir berat sapi tersebut. Metode ini perlu kejelian dan latihan yang banyak supaya taksirannya hampIr mendekati benar. Dan juga metode ini banyak dipakai oleh para pedagang hewan (Buffran,1986).

Ukuran-Ukuran Untuk Hewan Ternak
I. Ukuran-Ukuran Tinggi
1. Tinggi pundak
Yaitu jarak titik tertinggi pundak sampai ketanah
2. Tinggi punggung
Yaitu jarak dari tajuk ruas punggung terkhir sampai tanah atau garis tegak lurus di belakang rusuk terakhir.
3. Tinggi kelakang
Yaitu jarak titik tertinggi kelakang sampai ke tanah, titik ini terletak sedikit kebelakang permulaan tulang kelakang dan agak jauh di belakng garis yang menghubungkan sudut tulang pangkal paha.
4. Tinggi pangkal ekor
Yaitu jarak dari titik di mana ekor meninggalkan badan sampai ke tanah.
II. Ukuran-Ukuran Panjang
1. Panjang badan
Jarak lurus dari garis tegak lurus diadakan teoritis dari sikum (boeng) sampai benjol;an tulang tapis.
2. Panjang kelakang
Jarak antara muka pangkal paha sampai benjolan tulang tapis
III. Ukuran-Ukuran Lebar
1. Lebar dada
· Lebar dada muka ialah jarak antara kedua benjolan siku luar.
· Lebar dada rusuk ialah jarak antara rusuk kiri-kanan diukur di belakang tulang belikat.
2. Lebar pangkal paha
Jarak antara sisi luar sudut pangkal paha.
3. Lebar tulang tapis
Jarak antara sisi luar benjolan tulang tapis.
IV. Ukuran-Ukuran Dalam
1. Dalam dada
Jarak antara titik tertingi pundak dan tulang dada, diukur di belakang siku.
V. Ukuran-Ukuran Lingkar
1. Lingkar dada
Diukur melingkar dada dibelakang siku.
2. Lingkar pipa
Yakni diukur dengan pita ukur di tengah-tengah tulang pipa dari kaki kiri.
VI. Ukuran-Ukuran Kepala
1. Panjang kepala
Jarak dari puncak kepala sampai ke daging gigi seri.
2. Lebar dahi
· Lebar dahi atas adalah jarak panggkal tanduk atas.
· Lebar dahi bawah adalah jarak antara kedua lingkungan tulang mata.

Rabu, 18 April 2012

TEKNOLOGI FORMULASI RANSUM UNTUK PENGGEMUKAN SAPI PADA WILAYAH MARJINAL



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
      Sapi potong lokal Indonesia  mempunyai keragaman genetik yang cukup
      besar yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tropis (udara panas
     dengan kelembaban rendah dan tatalaksana pemeliharaan ekstensif), pada
kondisi dimana kuantitas dan kualitas pakan yang terbatas, relatif tahan
serangan penyakit tropis dan parasit, serta performan reproduksinya cukup
efisien, sapi potong lokal berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik
dalam pengembangan sapi potong yang unggul (Wiyono dan Aryogi, 2006).
Daerah-daerah  sentra pengembangan sapi potong lokal di wilayah Jawa Tengah
umumnya terkonsentrasi pada daerah lahan kering yang kurang subur (marjinal),
antara lain adalah Pati, Rembang, Blora, Grobogan dan Wonogiri.  Usaha
pembibitan sapi ini didominasi oleh peternakan rakyat dan kurang diminati oleh
pemodal karena dianggap secara ekonomis kurang menarik dan memerlukan
waktu pemeliharaan cukup panjang. Paradigma pembangunan peternakan pada
era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta
kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Guna
mewujudkan  hal ini perlu adanya dorongan  kepada petani agar dapat
memperoleh pendapatan yang lebih layak. Salah satu upaya yang bisa dilakukan
adalah diversifikasi usaha yaitu dengan mengelola sapi jantan atau induk afkiran
dari hasil pembibitan untuk dipelihara sebagai ternak yang digemukkan. 
Selama ini usaha penggemukan sapi di Jawa Terngah dimonopoli pada
daerah yang subur saja, karena potensi hijauan pakannya sangat mendukung.
Sementara terbukti bahwa perusahaan mix farming dengan salah satu
kegiatanya adalah usaha sapi kereman berskala > 150 ekor di wilayah marjinal
Kabupaten Blora, ternyata cukup eksis.  Hal ini merupakan bukti bahwa usaha
sapi kereman tidak hanya bisa dilakukan di wilayah yang subur saja, melainkan
bisa juga dikembangkan untuk daerah kering yang kurang subur (marjinal).  2
Usaha penggemukan sapi cukup menguntungkan apabila didukung
terpenuhinya pakan  secara kualitas maupun kuantitas dengan harga seefisien
mungkin. Ransum untuk penggemukan sapi tidak cukup hanya dipenuhi dari
pakan hijauan saja, melainkan perlu dukungan pakan konsentrat yang memadai.
Kebutuhan pakan konsentrat ini tergantung jenis sapi yang dipelihara, untuk
sapi-sapi lokal yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot
badan < 1 kg/hari, memerlukan pakan konsentrat yang lebih kecil.  Lain halnya
untuk sapi-sapi peranakan unggul yang memiliki kemampuan menghasilkan
pertambahan bobot badan > 1 kg/hari, maka memerlukan pakan konsentrat
yang lebih tinggi (Nuschati et al.,2007). Pada wilayah marjinal, penyediaan pakan
untuk penggemukan sapi semaksimal  mungkin harus bertumpu pada
pemanfaatan bahan pakan lokal agar kelangsungan usaha dapat berkelanjutan.  
Namun sering kali bahan pakan konsentrat  lokal harganya justru mahal,
sehingga  tidak menutup kemungkinan masuknya bahan lain yang kita perlukan
dari luar lokasi selama harganya murah dan mudah dalam pengadannya  serta
dapat dijangkau oleh petani/pengguna. Sedangkan pakan hijauan lokal dapat
bersumber dari rumput dan daun-daunan atau memanfaatkan limbah pertanian
yang diolah/difermentasi. 
   
1.2 Sumber Teknologi 

Sumber teknologi “Formulasi Ransum Penggemukan Sapi Potong” ini
mengacu referensi  standar kebutuhan nutrisi penggemukan sapi potong NRC 
(2000) dan berasal dari hasil–hasil pengkajian  BPTP Jawa Tengah, antara lain :
- Pengkajian Perbaikan Pakan Sapi Perah di Kabupaten Boyolali, tahun 1996
- Pengkajian Sistem Usaha Pertanan (SUP) Ternak Sapi Potong di Kabupaten
Wonosobo dan Kabupaten Grobogan, tahun 1998 – 2000
1.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Tujuan :
a. Menyusun pakan konsentrat yang murah 
b. Membuat formulasi ransum secara periodik untuk penggemukan sapi
lokal Peranakan Ongole maupun sapi-sapi hasil IB Peranakan Eks-impor  3
c. Memberi pedoman pemberian pakan pada pengelolaan penggemukan
sapi
Manfaat :
Tersedianya rekomendasi teknologi formulasi ransum untuk
penggemukan sapi  yang dapat diterapkan bagi para pengguna agar usahanya
efisien dan lebih menguntungkan.

II. PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH

− Penggemukan atau fattening sapi merupakan salah satu usaha untuk
mempercepat dan meningkatkan produksi daging.
− Sapi Peranakan Eks-impor adalah sapi-sapi impor baik yang baru datang
maupun yang  dikembangkan melalui inseminasi buatan/IB, mis : Peranakan
Frishien Holstein (PFH), Peranakan Limousin, Peranakan Simmental,
Peranakan Brangus, dan lain-lain
− Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau
sekaligus sebagai sumber vitamin. Pakan hijauan untuk sapi bisa berupa
hijauan segar  yang terdiri dari rumput dan daun-daunan atau bisa berupa
limbah pertanian baik yang segar maupun yang kering seperti jerami padi,
jerami jagung/tebon, kulit kedelai dan limbah kacang tanah. 
− Pakan konsentrat atau pakan tambahan adalah suatu bahan pakan dengan
nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk
meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan diusahakan untuk
disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) . Konsentrat sapi
potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di
pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal
atau campuran beberapa bahan pakan. 
− Ransum adalah pakan yang mencukupi kebutuhan ternak selama 24 jam,
merupakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. 
− Protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) atau energi adalah zatzat gizi yang dalam jumlah tertentu diperlukan oleh ternak  sehingga  dapat
berproduksi secara optimal.
  4
III. LOKASI PENGKAJIAN DAN DAERAH REKOMENDASI

a. Lokasi pengkajian : 
Formulasi ransum penggemukan sapi potong ini  sudah  dikaji di
Kelompok Tani Ternak ”Rojo Koyo” Desa Tawangrejo, Kecamatan Tunjungan
melalui kegiatan Gelar Teknologi di wilayah marjinal Kabupaten Blora. 

b. Daerah rekomendasi :
    Wilayah lahan kering marjinal dengan basis usahatani padi, seperti 
Rembang, Pati, Grobogan, Batang, dan daerah lain yang memiliki agroekosistem
serupa serta merupakan daerah sentra pengembangan sapi potong
IV. LANGKAH OPERASIONAL PENERAPAN TEKNOLOGI

Rekomendasi teknologi perlu mempertimbangkan efisiensi ekonomi
sehingga layak untuk diterapkan. Oleh karena itu diperlukan beberapa hal yang
perlu dipersiapkan sebagai berikut : 
1. Kesiapan pengguna teknologi yaitu kelompok tani yang memiliki ortientasi
agribisnis
2. Ternak sapi yang akan digemukkan  dalam 1 kawasan akan efisien (apabila
jumlah minimal mencapai 10 ekor), jika pemilikan ternak sapi 2 – 3
ekor/peternak, maka pembuatan pakan dilakukan secara berkelompok
3. Kandang ternak bisa individu atau kandang kelompok
4. Transportasi ke lokasi mudah.
5. Kelompok tani memiliki lumbung/tempat persediaan dan pengolahan pakan
6. Tahapan pembuatan pakan
  5
a. Menghitung kebutuhan pakan selama 1 bulan (tertera pada Tabel 1)
Tabel 1. Kebutuhan Pakan untuk Penggemukan Sapi Selama 1 Bulan
(kg)
No Uraian Kebutuhan per 10 ekor Kebutuhan per 1 ekor
   Sapi lokal Sapi Eksimpor
Sapi lokal Sapi Eksimpor
1. Jerami fermentasi  1800 450 180 45
2. Rumput
segar(gajah/king
grass)
1500 1500 150 150
3. Konsentrat  600 1860 60 186
4. Singkong 0 900 0 90

b. Membuat jerami fermentasi
− Langkah-langkah pembuatan jerami fermentasi 
• Persiapkan bahan dan alat-alat : probiotik, urea, ember plastik, timbangan,
masker penutup mulut dan hidung
• Membuat campuran urea dan probiotik  sesuai kebutuhan jerami yang akan
difermentasi (misal : BIOFAD 1-1,5  kg + UREA 2-4 kg  untuk 1 ton jerami )
• Membuat hamparan dengan  ketebalan ± 25 cm dari jerami berkadar air ±
50% (dipanen musim kemarau atau jerami padi musim penghujan yang
telah dijemur sehari) atau bisa juga menggunakan jerami kering kemudian
dikocor dengan air secukupnya. Selanjutnya hamparan jerami dipadatkan
dengan cara menginjak-injak lalu  ditaburi secara merata  dengan
campuran urea.-probiotik.
• Membuat hamparan jerami yang kedua di atas hamparan pertama dengan
ketebalan sama ± 25 cm, lalu dipadatkan dengan cara menginjak-injak,
kemudian ditaburi dengan campuran urea-probiotik secara merata.
• Demikian seterusnya, setelah semua jerami dihamparkan dan dipadatkan
selanjutnya dilakukan penutupan tumpukan jerami dengan menggunakan
terpal plastik.
• Selanjutnya bersihkan semua peralatan yang telah selesai digunakan dan
disimpan pada tempatnya.  6
• Jerami yang telah diolah setelah 3 minggu (21 hari) dapat dibuka dan
dibongkar/diaduk-aduk, lalu diangin-anginkan.  Jerami olahan telah siap
digunakan sebagai pakan berkualitas untuk ternak sapi.
c. Membuat pakan konentrat :
-  Langkah-langkah  pembuatan pakan konsentrat 
Siapkan bahan-bahan penyusun konsentrat yang mudah diperoleh, kemudian
diformulasikan dengan standar kandungan nutrisi pakan adalah :  protein
kasar       ± 14 % dan TDN ± 70 %  (Tabel 2)
Timbang masing-masing bahan pakan sesuai kebutuhan.
Tebarkan bahan mulai dari yang paling banyak, dilanjutkan penebaran
diatasnya bahan yang lebih kecil jumlahnya dan seterusnya sampai semua
bahan disusun bertumpuk. 
Campur dan aduk-aduk secara merata.

Tabel 2. Komposisi Bahan untuk Formulasi Pakan Konsentrat

No Bahan yang digunakan   Campuran pakan/ton
1. Onggok/ampas singkong giling 484 kg
2. Kulit kopi  195 kg
3. Bungkil kopra  190 kg
4. Bungkil klenteng 100 kg
5. Garam  20 kg
6. Urea 10 kg
7. Kalsit 5  kg

Konsentrat yang sudah dicampur siap dimasukkan dalam kemasan karung
plastik. Kemasan pakan konsentrat ini dapat disimpan ± 1 bulan di gudang
penyimpanan pakan dengan diberi  pallet sebagai dasaran 
Persiapan  sapi bakalan yang akan digemukkan yaitu sapi yang memiliki gigi
sudah powel dengan bobot awal ±250 kg.  Hal ini dengan pertimbangan
supaya ransum yang diberikan efisien untuk penggemukan.
Aplikasi pemberian pakan pada sapi kereman.
Timbang bobot awal sapi bakalan yang akan digemukkan  7
Berikan obat cacing sesuai dosis yang dianjurkanBerikan pakan  sesuai
petunjuk (Tabel 3).

Tabel 3. Petunjuk Takaran Pemberian Ransum Penggemukan Sapi 
Sapi Peranakan Lokal Sapi  Peranakan  Eks-import
1)
              
Periode Konsentrat Jerami
2)
 Konsentrat           Jerami
2)

Bl. ke 1 1,0 % 2,4 %.   
2,1 % 0,60 %
Bl. Ke 2 0,8 % 2,5 % 1,9 % 0,65 %
Bl. Ke 3 0,7 % 2,6 % 1,7 % 0,70 %
Bl. Ke 4  0,5 % 2,7 % 1,6 % 0,75 %

Keterangan
1) Perlu ditambahkan singkong   atau penggantinya 
2) Sebagian diganti dengan rumput raja/gajah

V. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI
Rata-rata pertambahan bobot badan harian selama 3 bulan pada sapisapi lokal dan sapi-sapi Peranakan Eks-impor yang memperoleh perlakuan sesuai 
teknologi introduksi  tertera pada Tabel 4.  
Tabel 4. Performan sapi yang digemukkan dengan teknologi introduksi
di KTT Rojo Koyo  Desa Tawangrejo, Kec. Tunjungan, Blora 

No Uraian Sapi Lokal Sapi Eks-impor
1. Bobot awal (kg) 244 267
2. Bobot akhir (kg) 320 388,5
3. Pert.bobot badan harian (Kg/ekor/hari)  0,85 ± 0,37 1,33 ± 1,14
4. Konsumsi pakan  (Kg/ekor/hari)  
 - Konsentrat 2 6,3
 - Singkong - 3
 - Jerami padi 6 1,5
 - Rumput gajah 5 5

Sapi lokal yang memperoleh pakan introduksi memberikan rata-rata
kenaikan bobot badan harian selama tiga bulan adalah 0,85 ± 0,37 kg/hari
sedangkan sapi peranakan eks-impor mencapai 1,33 ± 1,14 kg/hari (Tabel 4).
Hasil pertambahan bobot badan ini lebih tinggi dari yang ditargetkan yaitu
pertambahan bobot badan pada sapi-sapi yang memperoleh pakan sesuai  8
standar NRC (2000) adalah 0,80 kg/hari untuk sapi lokal/PO dan 1,20 kg/hari
untuk sapi peranakan eks-impor.
Jumlah rata-rata pakan perhari yang dikonsumsi sapi peranakan lokal
adalah 2 kg konsentrat 6 kg jerami fementasi  dan 5 kg rumput  gajah.  Sapi
peranakan eksr-impor rata-rata per hari menghabiskan 6,3 kg konsentrat; 3 kg
singkong jerami fementasi 1,5 kg dan 5 kg rumput gajah. 
 Soeparno (1998) dan Tillman et al. (1998) melaporkan bahwa faktor
genetis dan asupan nutrisi sangat mempengaruhi terhadap kecepatan
pertumbuhan ternak.  Sapi eks-impor yang memiliki kecepatan pertumbuhan
tinggi (misal sapi peranakan Simmental, Limousin, Frishian Holstein), tidak akan
mampu memberikan PBBH sesuai kemampuan genetisnya apabila asupan nutrisi
yang diberikan sama seperti penggemukan pada sapi lokal.  Demikian sebaliknya
untuk sapi lokal (misal sapi Peranakan Ongole/PO) yang secara genetis memiliki
kecepatan pertumbuhan rendah sampai sedang, juga tidak akan mampu
memberikan PBBH seperti sapi eks-impor walaupun diberikan asupan nutrisi 
lebih dari kebutuhannya (Tillman et al.,1998 dan Aryogi et al.,2005).  Oleh
karena itu dalam usaha sapi kereman  perlu teknologi pemberian pakan sesuai
kebutuhan (adequate), sehingga dapat menghindari terjadinya pemborosan
biaya produksi pakan sekaligus dapat meningkatkan konversi pakan yang
dideposisi dalam daging sapi (Prawirodigdo et al.,2004). 
Berdasarkan penerapan ransum pola introduksi yang mengacu pada
perkembangan bobot ternak sesuai target  PBBH yang diinginkan, maka
diperoleh suatu rumusan   kebutuhan ransum sapi PO kereman (Tabel 3).  Dari
rumusan yang diperhitungkan dengan menggunakan program Excel nampak
bahwa untuk penggemukan sapi PO dengan bobot awal 244 kg dan target PBBH
0,8 kg/ekor/hari, maka kebutuhan pakan konsentrat adalah mulai dari 1% dan
terus menurun menjadi 0,5%. Sedangkan untuk sapi peranakan unggul dengan
bobot awal 267 kg dan target PBBH 1,22 kg/ekor/hari, maka kebutuan pakan
konsentrat adalah mulai dari 2,1 % dan terus menurun menjadi 1,6%.  Pakan
konsentrat yang digunakan dalam pengkajian ini kualitasnya cukup tinggi (BK
88%, PK 14% dan TDN 70%), dibandingkan dengan konsentrat yang umum
beredar di pasaran yakni kadar PK 10% dan TDN 60% (Wijono dan Mariyono,
2005).  Umumnya konsentrat yang berkualitas tinggi akan diikuti dengan biaya
yang tinggi pula, tetapi kenyataannya biaya  untuk pengadaan pakan konsentrat  9
selama kegiatan gelar teknologi ini dilaksanakan ternyata lebih murah dibanding
kan dengan yang beredar di pasaran.  Hal ini karena  pakan konsentrat dibuat
sendiri oleh kelompok tani dengan mendatangkan bahan-bahan bakunya.
Pemberian pakan konsentrat yang cenderung semakin menurun dalam  setiap
periode (bulan) diduga lebih efisien dibanding pola pemberian pakan konsentrat
yang selama ini direkomendasikan konstan (sebesar 1 - 2% dari bobot ternak)  
Pemberian pakan hijauan meskipun bisa diprediksi dengan rumusan yang
ada, sebaiknya tidak terlalu dibatasi melainkan perlu dilebihkan dari yang
semestinya dikonsumsi. Hal ini untuk memberikan keleluasaan pada ternak yang
mengkonsumsi karena tingkat konsumsi ransum pada sapi kereman di Indonesia
cukup beragam. (Anggraeny et al., 2005; Wijono dan Mariyono, 2005 dan
Nuschati et al., 2005)

VI.  KELAYAKAN FINANSIAL

  Kelayakan finansial penggemukan sapi peranakan lokal dan sapi
peranakan eks-impor dari hasil kegiatan ini dihitung berdasarkan nilai tambah
kenaikan bobot hidup yang dikonversi dengan harga jual saat itu.  Secara
finansial sapi peranakan lokal dengan biaya pakan Rp.4.600,- memberikan
tambahan nilai bobot hidup sebesar Rp. 14.450,-/hari  dan untuk sapi peranakan
eks-impor yang menghabiskan pakan  Rp.8.020,- memberikan tambahan nilai
bobot hidup sebesar Rp.22.610,-/hari.  Data tersebut menggambarkan bahwa
penggemukan sapi dengan formula ransum yang direkomendasikan cukup  layak
dilakukan baik untuk sapi lokal maupun sapi peranakan eks-impor.

Tabel 5. Perhitungan Finansial Penggemukan Sapi Pola Introduksi di
KTT Rojo Koyo  Desa Tawangrejo, Kec. Tunjungan, Blora 
No. Uraian Sapi Lokal Sapi Eks-impor
1. Nilai pert. Bobot x Rp.17.000,- (Rp/ek/hr) 14.450 22.610
2.  Total biaya pakan (Rp/ekor/hari) 4.600 8.020
 •  Konsentrat (Kg x Rp.900,-) 1800 5.670
• Singkong    (Kg x Rp.300,-) - 900
• Jerami    ( Kg x Rp.300,-) 1800 450
• Rumput ( Kg x Rp.200,-) 1000 1000
 - Keuntungan : 1 – 2 (Rp/ekor/hari)  9.850 14.590
Sumber : Data kegiatan gelar teknologi 2005 terolah
  10
VII. KESIMPULAN
Pemberian ransum untuk penggemukan sapi yang memenuhi standar
nutrisi terbukti mampu memberikan kenaikan bobot badan yang optimal yaitu
0,85 kg/ekor/hari untuk sapi peranakan lokal  dan 1,33  kg/ekor/hari untuk sapi
peranakan eks-impor.
Inovasi teknologi formulasi ransum penggemukan sapi ini layak secara
teknis dan ekonomis sehingga dapat direkomendasikan pada wilayah yang
memiliki kondisi agroekosistem yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, Y.N., Uum Umiyasih dan D. Pamungkas.  2005.  Pengaruh
Suplementasi Multinutrien terhadap Performan Sapi Potong yang
memperoleh Pakan Basal Jerami Jagung. Pros.  Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor.
Aryogi, Sumadi dan W. Hardjosubroto. 2005.  Performan Silangan Peranakan
Ongole Di Dataran Rendah (Studi Kasus di Kecamatan Kota Anyar Kab.
Probolinggo Jawa Timur).  Pros.  Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor.
National Research Council (NRC). 2000. Nutrients Requirements of Beef Cattle. 
National Academy of Science. Washington D.C.
Nuschati, U. Subiharta, Ernawati, G. Sejati dan Soepadi,W. 2005. Gelar Teknologi
Pengelolaan Pakan Sapi Kereman di Wilayah Desa Miskin Kab. Blora. 
Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jateng, Ungaran. (Tidak dipublikasikan).
Prawirodigdo, S., U. Nuschati, A. Prasetyo, Herwinarni, E.M., G. Sejati dan
Soepadi,W. 2004.  Introduksi adequate feed  untuk Peningkatan Efisiensi
Usaha Sapi Potong Kereman. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jateng,
Ungaran. (Tidak dipublikasikan).
Soeparno.  1998.  Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III, Penerbit Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosukojo.  1998.  Ilmu Makanan Ternak Dasar.  Gadjah Mada University
Press.  Yogyakarta.
Wijono,D.E dan Mariyono.  2005.  Review hasil penelitian model low-external
input di Loka Penelitian  Sapi Potong th 2002-2004. Pros.  Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor 
Wiyono,D.B. dan Aryogi. 2006.  Petunjuk Teknis Sistim Perbibitan Sapi Potong.
Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Pasuruan.
  11
TEKNOLOGI PAKAN SEIMBANG (ADEQUATE FEED) 
UNTUK SAPI POTONG KEREMAN
 
S. Prawirodigdo, Ulin Nuschati, dan H.E. Mumpuni
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya masyarakat desa di wilayah Jawa Tengah melakukan usaha
penggemukan sapi potong kereman (UPSPK) dengan membesarkan sapi jantan
sedang tumbuh di dalam suatu kandang hingga akhir periode penggemukan. 
Walaupun demikian, cabang agribisnis ini kebanyakan dilaksanakan dengan
pengelolaan tradisional.  Sebagai contoh, para peternak dalam memberikan
pakan untuk membesarkan sapi hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
kuantitas tanpa mempertimbangkan faktor keseimbangan pakan; maka tidak
mengherankan apabila UPSPK yang dilaksanakan peternak di pedesaan belum
dapat mencapai keuntungan optimal.  Meskipun di pasar ditawarkan pakan
konsentrat untuk penggemukan sapi potong, namun di samping harganya tidak
menarik, petani juga ragu terhadap jaminan keberhasilan apabila memanfaatkan
konsentrat tersebut.  
Dalam ilmu pakan ternak, faktor keseimbangan yang dimaksud adalah
kesesuaian antara kuantitas maupun kualitas zat gizi pakan dan kebutuhan
ternak.  Prinsipnya faktor yang menjadi pedoman pakan ruminansia adalah
kandungan protein, energi, karbohidrat, dan bahan kering pakan, serta
ketepatan proporsi masing-masing sehingga sesuai dengan kebutuhan ternak
sapi (McDonald dkk., 1996).  Dalam hal ini para petani kebanyakan tidak
memperhitungkan secara lengkap karena tidak paham tentang ilmu pakan ternak
sapi.
Salah satu cara prospektif untuk meningkatkan efisiensi UPSPK adalah
melalui perbaikan kualitas dan kuantitas produksi daging sapi dengan menekan
biaya produksi serta berlandaskan penerapan inovasi pakan sesuai kebutuhan
(adequate feed).  Implementasi inovasi teknologi adequate feed tidak hannya
dapat meningkatkan jumlah pakan yang dikonversi dan dideposisi ke dalam
jaringan tubuh sapi (termasuk daging), tetapi juga akan menghindarkan
pemborosan biaya produksi untuk pembelanjaan pakan berlebih.  Pemikiran ini  12
berdasarkan pertimbangan bahwa pemberian pakan berlebihan berarti alokasi
modal besar, yang konsekuensi lainnya mengakibatkan efisiensi pakan tidak
optimal sehinga residu yang tereksresikan berlebihan dan dapat menimbulkan
polusi lingkungan.  Sehubungan dengan itu pada kesempatan ini dipresentasikan
teknologi dalam bentuk suatu formula adequate feed untuk
penggemukan/pembesaran ternak sapi dengan menggunakan bahan baku lokal.
  
1.2 Sumber Teknologi
Teknologi pakan sapi potong sesuai kebutuhan yang dipaparkan ini dikreasi
sesuai kondisi spesifik di Jawa Tengah dengan mengadopsi hasil-hasil
penelitian/publikasi berbagai intitusi penelitian sebagai berikut: (1) Pakan sapi
peranakan Ongole (PO) masing-masing oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Bogor (Budiarsana dan Haryanto, 1998; Bestari dkk., 2000) dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Nuschati dkk., 2000; Prawirodigdo
dkk., 2002; Nuschati dkk., 2003, (2) Daur ulang limbah organik oleh Applied
Science Publishers LTD, England (G.G. Birch, K.J. Parker & J.T. Worgan, Editors,
1976) dan Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (Polprasert, 1996),
(3) Kebutuhan zat gizi sapi potong (Preston dan Leng, 1987. Leng, 1991;
McDonald dkk., 1992; Ørskov, 1992), dan (4) Tabel Komposisi Pakanuntuk
Indonesia dari Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (Hartadi
dkk., 1997). 

1.3. Tujuan Manfaat Penerapan
Tujuan penerapan inovasi formula pakan adalah untuk mengkonfirmasikan
sekaligus mendemontrasikan pada petani yang melaksanakan UPSK tentang
kelebihan penggunaan pakan sapi potong sesuai kebutuhan yang disusun
menggunakan bahan pakan lokal.  Manfaat dari implementasi rekomendasi
teknologi ini adalah memberikan kontribusi ilmiah untuk meningkatkan efisiensi
UPSPK di Jawa Tengah sehingga petani dapat memperoleh keuntungan lebih
tinggi dibandingkan kalau memakai formula pakan tradisional . 
  13
II. PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH
2.1. Usaha penggemukan sapi potong kereman adalah suatu usaha
pertanian menggunakan materi utama sapi jantan yang idealnya berbobot badan
awal 250-300 kg, dibesarkan dengan pakan penggemukan, selama 4-6 bulan,
dan dipelihara dalam kandang terus-menerus hingga akhir periode pembesaran. 
Umumnya petani melaksanakan usaha ini secara individual atau dalam kandang
kelompok (Lihat Gambar 1).  Bangsa sapi yang sering digemukkan adalah:
Simental, Limousin, Hereford, Brangus, Drought Master, Fresian Holstein, dan
Peranakan Ongole.

Gambar 1. Contoh usaha penggemukan sapi potong kereman kelompok
2.2. Pakan sesuai kebutuhan (adequate feed) adalah pakan yang
disusun dengan suatu formula menggunakan berbagai komponen pakan
sehingga mengandung zat gizi yang dalam kualitas maupun kuantitasnya sesuai
dengan kebutuhan ternak (dalam rekomendasi ini sapi potong penggemukan).
2.3. Bahan pakan lokal adalah komponen pakan yang terdapat di lokasi petani
berusaha dan sekitarnya.
2.4. Sapi potong/pedaging yang dimaksudkan dalam rekomendasi ini adalah
ternak sapi yang dibudidayakan untuk dipotong atau bertujuan memproduksi
daging.  14
III. LOKASI PENGKAJIAN DAN DAERAH REKOMENDASI

Konfirmasi inovasi formula pakan untuk penggemukan sapi potong ini
dilaksanakan di Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogirii Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri
menggunakan 12 ekor sapi PO berbobot awal rata-rata 295 kg.  Kegiatan
dilaksanakan selama 14 mingu (2 minggu adapatasi pakan + 12 minggu
pengamatan).  Bahan pakan lokal di lokasi kegiatan adalah dedak padi, ampas
tahu, ubi singkong, dan rumput gajah (terbatas).  Jerami padi biasanya
didatangkan dari daerah Sukoharjo.  Seperti desa lainnya di Jawa Tengah, pada
musim kemarau Desa Ngadirejo juga kekurangan bahan pakan untuk sapi. 
Sejalan dengan itu maka apabila inovasi formula pakan ini akan
direkomendasikan di lokasi lain hendaknya lokasi tersebut memiliki karakteristik
mirip Desa Ngadirejo. 

IV. LANGKAH OPERASIONAL PENERAPAN TEKNOLOGI

4.1 Penyiapan Pakan
• Bahan pakan utama yang digunakan dalam inovasi formula pakan untuk
penggemukan sapi potong kereman terdiri dari ubi singkong kering, dedak
padi, ampas tahu dan jerami padi.  Susunan pakan inovasi formula ini dan
komposisi ransuman tradisional yang biasa diberikan oleh petani dicantumkan
pada Tabel 1.
• Semua bahan pakan (Adekuat S1) dicampur kecuali jerami padi
• Pemberian pakan dilakukan dua kali/hari
• Air minum disediakan secukupnya  15
Tabel 1. Proporsi komponen pakan (kg/ransuman/ekor/hari) untuk
penggemukan sapi jantan Peranakan Ongole*
  Nama formula pakan
Bahan pakan Harga bahan
(Rp./kg)**
Adekuat
S1
Tradisional
Jerami padi 150 5,0 2,0
Ubi singkong kering 600 0,5 -
Dedak padi 700 2,0 4,32
Ampas tahu segar 300 4,5 1,27
Tetes tebu (Molases) 350 0,1 -
Mineral (Calcit) 150 0,005 -
Garam dapur (NaCl) 300 0,24 -
Rumput Raja 200 - 29,0
Jumlah: 12,34 36,59
Harga pakan (Rp./kg)  315,9 259,8
Harga ransuman (Rp./ekor/hari)  3.914,5 9.505,0
Estimasi profil & karakter zat gizi pakan:***    
Bahan kering  7,696 10,551
Protein tercerna  0,515 0,382
Energi metabolis (MJ/ransuman/hari)  61,3 115,262
     
* Estimasi kebutuhan: Bahan kering = 6,5 kg/ekor/hari, Protein tercerna = 0,505
kg/ekor/hari; Energi metabolis = 61 MJ/ransuman/ekor/hari (dihitung berdasarkan
saran McDonald dkk., 1992); **Harga standar tahun 2004; *** Dihitung berdasarkan
data Tabel Bahan Pakan untuk Indonesia (Hartadi dkk., 1997)
4.2. PENGELOLAAN TERNAK
• Setelah ditimbang masing-masing ternak sapi diberi obat cacing secara oral
• Ternak sapi kemudian dimasukkan ke dalam satu bangunan kandang yang
disekat sehingga masing-masing tertambat secara idividu
• Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum 
• Pakan dari inovasi formula Adekuat S1 diadaptasikan pada ternak selama dua
minggu dan dilanjutkan selama 12 minggu
• Pakan tradisional diberikan dua kali sehari
• Evaluasi pertambahan bobot badan dilakukan setiap dua minggu sekali
menggunakan timbangan digital selama periode kegiatan
  16
V. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI
Dalam kegiatan introduksi inovasi formula pakan Adekuat S1
didemontrasikan bahwa:
1. Biaya ransuman untuk penggemukan ternak sapi potong kereman
menggunakan inovasi formula pakan Adekuat S1 jauh lebih murah dari pada
pakan tradisional milik petani (selisih Rp. 5.550,-/ransuman/ekor/hari, Lihat
Tabel 1)
2. Ternak sapi yang memperoleh pakan Adekuat S1 rata-rata pertambahan
bobot badannya 0,785 kg/hari, sedangkan yang diberi pakan tradisional
pertambahannya 0,547 kg/hari
3. Secara konsisten nilai konversi pakan Adekuat S1 juga lebih baik dari pada
pakan tradisional (7,6 versus 15,6).  Artinya untuk meningkatkan
pertambahan bobot badan 1 kg, ternak sapi yang memperoleh pakan
Adekuat S1 memerlukan 7,6 kg bahan kering, sedangkan yang
mengkonsumsi pakan tradisional perlu 15,6 kg bahan kering

VI. KELAYAKAN FINANSIAL
Oleh karena tidak dilakukan uji penampilan karkas, maka analisis finansial
didekati dari sisi efisiensi pemnggunaan pakan.  Berdasarkan harga pakan,
konsumsi pakan dan pertimbahan bobot badan harian maka dapat
dikonfirmasikan bahwa untuk meningkatkan pertambahan bobot badan 1 kg,
ternak sapi yang diberi pakan Adekuat S1 memerlukan dana Rp.4,989,-.  Di lain
pihak dana yang diperlukan untuk meningkatkan 1 kg pertambahan bobot badan
ternak sapi yang menerima pakan tradisional adalah Rp.17.377.
Hasil konfirmasi ini memberikan highlight bahwa pakan Adekuat S1 layak
untuk direkomendasikan.

DAFTAR PUSTAKA
Bestari dkk., 2000. Bestari, J, Thalib, A. & Hamid, H.  2000.  Pengaruh kombinasi
pemberian pakan silase jerami padi cairan rumen kerbau dan molase
terhadap pertambahan bobot badan sapi peranakan ongole.  Dalam
Seminar nasional Peternakan dan Veteriner, hal. 242-250 (B.Haryanto,
Darminto, S, Hastiono, I.K. Sutama, S. Partoutomo, Subandriyo, A.P.  17
Sinurat, Darmono, Supar & S.O Butar-Butar, Editor).  Pusat Penelitian
Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Budiarsana, I.G.M. & Haryanto, B.  1998.  Analisis ekonomi prnggemukan sapi
PO dengan pemberian pakan mengandung by-pass protein.  Dalam
Seminar nasional Peternakan dan Veteriner, hal. 749-757 (I.W. Mathius,
A.P. Sinurat, I. Inounu, Abubakar, N.D. Purwantari, I.K. Sutama &
E.Handiwirawan, Editor).  Pusat Penelitian Peternakan,  Badan Litbang
Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Hartadi, H. Reksohadiprodjio, S., dan Tillman, A.D.  1997.  Tabel komposisi
pakan untuk Indonesia.  Gajah Mada University Press, Bulaksumur,
Yogyakarta.
Leng, R.A.  1991.  Application of biotechnology to nutrition of animals in
developing counntries.  Food and Agriculture Organization of the United
Nations.  Rome.
McDonald, P, Edwards, R.A., and Greenhalgh., J.F.D.  1992.  Animal nutritiuon
(4th Ed.).  Longman Scientific & Technical.  John Wiley & Sons, Inc. Nerw
York.
Morrison, F.B.  1951.  Feeds and feeding: A hand book for the student and
stockman. Twenty 1st  Ed. The Morrison Publishing Company.  Ithaca,
New York.
NRC (National Research Council).  1996. Nutrient requirement of beef cattle. 
National, Academy Press.  Washington D.C.
Nuschati, U.  2003.  Penggunaan kaliandra (Calliandra calotyrsus) untuk
substitusi konsentrat pabrik dalam pakan untuk penggemukan sapiFrisian
Holstein jantan.  Thesis Magister Sain.  Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas
Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang.
Nuschati, U., Subiharta, Wiloeto, D., Utomo, B., Pramono, D. Ernawati, Sunarso,
Supriyondo, Y., Hardiyati, S., Riyanto & Suharno.  2000.  Laporan hasil
pengkajian.  Pengkajian sistem usaha tani (SUT) sapi potong di lahan
kering Jawa Tengah.
Ørskov, E.R.  1992.  Protein nutrition in ruminants (2nd.Ed.).  Academic Press. 
Harcourt Brace Jovanovich, Publishers, London.
Polprasert, C.  1996.  Organic waste recycling (2nd Ed.).  John Wiley & Sons.,
Brisbane.
Prawirodigdo dkk., 2002  Laporan Kegiatan.  Balai Pengkajian Tekniologi
Pertanian Jawa Tengah, Departemen Pertanian.  Kabupaten Semarang. 
Preston, T.R. and Lng, R.A.  1987.  Matching ruminant production systems with
available resources in the tropics and sub-tropics.  Penambul Books,
Armidale, New South Wales, Australia.
Tannenbaum, S.R. and Pace, G.W.  1976.  Food from waste: An overview. In
Food from waste.(G.G. Birch, K.J. Parker and J.T. Worgan, Editors) 
Applied Science Publishers LTD, London.

DETEKSI BIRAHI PENENTU KEBERHASILAN "IB"



PERIODE hidup sapi direkomendasikan hanya sampai delapan tahun atau setara jumlah beranak sapi betina. Maka, memelihara sapi betina secara ekonomis jelas menguntungkan, asalkan dapat menghasilkan keturunan (bunting).

Sejak inseminasi buatan (IB) pertama kali diperkenalkan ke peternak di tanah air 28 tahun silam, terjadi perubahan pola pemeliharaan ternak sapi dari jenis lokal ke crossing (silang). Kini IB makin diterima peternak, sehingga dalam mengawinkan sapinya mulai ada ketergantungan terhadap teknologi tersebut.

Namun celakanya, masih sering ditemui kegagalan dalam penerapan IB. Hal itu ditandai dengan adanya gagal bunting. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 70% penyebab kegagalan sapi bunting akibat deteksi birahi yang dilakukan peternak tidak tepat. Umumnya akibat pengetahuan peternak masih kurang. Sedangkan faktor kegagalan lainnya antara lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan.

Melihat kasus tersebut, pengamatan atau deteksi birahi perlu dikuasai peternak agar IB berhasil. Birahi pada sapi dapat ditandai dengan ciri-ciri antara lain sapi gelisah, warna kemerahan dan terjadi penebalan pada vagina, nafsu makan turun bahkan hilang sama sekali. Serta timbul perilaku menaiki sapi lain dan keluarnya lendir dari alat kelamin (vulva).

Dari tanda-tanda birahi tersebut, pedoman yang paling tepat bagi peternak untuk melaporkan kepada petugas IB bila sapi sudah mengeluarkan lendir yang cukup banyak dari alat kelaminnya. Banyak terjadi kasus, tanpa memperhatikan leleran cairan dari vulva, tapi peternak sudah memanggil inseminator. Bahkan ada yang melapor karena sapinya sudah ‘teriak-teriak’. Padahal tidak semua sapi betina memperlihatkan tanda itu, banyak juga yang diam saja (silent haid).

”Pela-pelu”

Dalam teknologi IB, yang paling valid dipakai sebagai dasar laporan ke inseminator adalah keluarnya cairan kental, setelah tanda-tanda lainnya semacam vulva menebal, dan tampak kemerahan. Sedangkan tanda-tanda lainnya hanya sebagai awal birahi. Keluarnya cairan kental dari vulva sering disebut peternak sebagai pela-pelu (standing haid).

Stadium standing haid dipakai inseminator sebagai pedoman untuk menandai dan menghitung kapan sel telur turun dari indung telur. Fase ini menjadi dasar hitungan turunnya telur, atau terjadi sekira 10 jam kemudian dari stadium ini. Maka, inseminator selalu bertanya kepada pemilik sapi, kapan pela-pelu keluar.

Usai memperoleh inseminasi, peternak masih harus tetap melakukan pengamatan pada sapi betina. Siapa tahu pela-pelu yang umumnya hanya keluar selama satu hari, tapi karena kesuburannya bisa lebih dari satu hari. Dalam kasus ini, peternak harus melapor kembali ke inseminator agar melakukan IB ulang. Pedoman yang dipakai untuk mengawinkan sapi ada pada pela-pelu yang terlihat pada hari terakhir. Jika masih terlihat pela-pelu di hari kedua, sebaiknya dilakukan IB ulang. Tanpa mengulang IB, kemungkinan bunting kecil sekali. Hal ini perlu dipaparkan agar tidak ada lagi anggapan setelah disuntik pasti bun ting, sehingga mengabaikan pengamat an kemungkinan masih adanya tanda birahi hari berikutnya.

Penyakit kelamin

Teknologi inseminasi buatan (IB) atau artificial insemination (AI) semakin dikenal peternak di tanah air. Sejak dikenalkan pertama kali pada tahun 1976, IB yang sering juga disebut kawin suntik juga telah menghasilkan ternak unggul hasil persilangan dengan ternak lokal.

Salah satu keuntungan IB, khususnya pada sapi, dapat mencegah penularan penyakit kelamin. Misalnya brucellosis yang dapat menyebabkan sapi betina mandul dan bersifat zoonosis. Penyakit semacam itu dapat dihindari karena sperma yang disuntikkan dengan insemining gun (pistol inseminasi) benar-benar berasal dari pejantan unggul.

Di BPMBPT (Balai Pengembangan Mutu Bibit dan Pakan Ternak) DI Yogyakarta misalnya, sapi yang disadap spermanya selalu dicek kondisi kesehatannya. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kualitas sperma.

Selain itu, IB juga mengatasi kelemahan kawin alamiah. IB dapat dilakukan kapan pun, asalkan kondisi sapi betina sedang subur. Teknologi ini juga sangat efisien dan hemat transportasi, karena tidak perlu membawa pejantan ke suatu tempat. Jadi cukup membawa spermanya yang disimpan di dalam straw ke peternakan.

Standar sperma sapi yang layak digunakan untuk keperluan IB sebelum disimpan di dalam straw, harus memiliki konsentrasi 700 juta spermatozoa. Jika konsentrasi berada di bawah angka tersebut biasanya dibuang, karena diyakini secara ilmiah tidak dapat membuahi.

Setelah sperma sapi dimasukkan ke dalam straw, konsentrasinya menjadi 25 juta spermatozoa (1 straw berisi 0,25 ml). Standar warna straw setiap jenis sapi sudah ditentukan secara internasional. Putih untuk sapi simmental dan merah untuk sapi limousin. Selanjutnya sperma dalam straw dibekukan di tabung N2 cair ber suhu minus 196 derajat Celsius. Selama berada di dalamnya, sperma tersebut akan awet selama bertahun-tahun, hingga 10 tahun.*


Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelaminbetina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.Tujuan Inseminasi Buatan diantaranya:
·         Memperbaiki mutu genetika ternak;
·         Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
·         Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
·         Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
·         Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB) :
·         Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
·         Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
·         Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
·         Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
·         Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
·         Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
·         Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Inseminator Adalah tenaga teknis menengah yang telah dididik dan mendapat sertifikat sebagai inseminator dari pemerintah (dalam hal ini Dinas Peternakan).Pelayanan Petugas Inseminasi BuatanPelayanan inseminasi buatan dilakukan oleh Inseminator yang telah memiliki surat izin melakukan inseminasi dengan sistem aktif, pasif dan semi-aktif. Bila inseminator belum memiliki izin maka tanggung jawab hasil kerjanya jatuh pada Dinas Peternakan Propinsi tempatnya bekerja. Pelaporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) mengikuti pedoman sebagai berikut:
·         Inseminator mengisi tanggal pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) pertama, kedua, ketiga dan seterusnya pada kartucatatan Inseminasi Buatan (IB) masing-masing akseptor
·         Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang tidak birahi kembali setelah Inseminasi Buatan (IB) pertama(kemungkinan bunting) dan tempat serta nama peternak yang sapi / ternaknya yang baru di Inseminasi Buatan (IB)kepada Petugas Pemeriksa Kebuntingan -
·         Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang "repeat breeder" (sapi yang telah di Inseminasi Buatan (IB) lebih daritiga kali dan tidak bunting) kepada Asisten Teknis Reproduksi.
Tugas pokok inseminator adalah:
·         Menerima laporan dari pemilik ternak mengenai sapi birahi dan memenuhi panggilan tersebut dengan baik dan tepatwaktu
·         Menangani alat dan bahan Inseminasi buatan sebaik-baiknya
·         Melakukan identifikasi akseptor Inseminasi Buatan (IB) dan mengisi kartu peserta Inseminasi Buatan (IB);
·         Melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak;
·         Membuat laporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) dan menyampaikan kepada pimpinan SPT IB.
Untuk mempermudah pelaporan / permintaan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) maka harus dibuat suatu sistempelaporan yang sederhana, cepat, mudah dan murah. Kotak laporan, bendera di depan rumah / kandang, kartu birahi dan lain-lain adalah beberapa sistem komunikasi yang telah dijalankan pada beberapa tempat di Indonesia. Setiapdaerah mempunyai keadaan yang berbeda, oleh karena itulah buatlah suatu perjanjian dengan para akseptor mengenai cara-cara komunikasi yang baik yang disepakati bersama. Komitmen untuk mematuhi keputusan tersebut juga diperlukan. Petugas IB (inseminator) hanya boleh menginseminasi kalau betina sedang birahi saja. Kalau betina tidak sedang birahi,petugas IB sebaiknya memberitahukan ke peternak dan memintanya untuk memperhatikan gejala birahi dengan lebih baik lagi.
Anatomi dan Fisiologi Alat Kelamin Betina Pubertas (kematangan alat kelamin / dewasa kelamin) terjadi akibat aktivitas dalam ovarium (indung telur), umur pubertas pada sapi adalah antara 7 - 18 bulan, atau dengan berat badan telah mencapai kurang lebih 75% dari berat dewasa. Kecepatan tercapainya umur dewasa kelamin tergantung dari:
·         Jenis / bangsa sapi.
·         Gizi Bila jumlah dan kandungan gizi pakan kurang jumlah atau mutunya, maka dewasa kelamin akan lebih lama dicapai, hal ini disebabkan berat badan yang kurang;
·         CuacaDi daerah tropis seperti di Indonesia, umur dewasa kelamin lebih cepat / muda -
·         Penyakit Karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berat badan, apalagi bila menyerang alat kelamin,maka kemungkinan besar umur dewasa kelamin lebih lambat dicapai.
Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya berulang setiap 21 hari, dengan selang antara 17-24 hari. Siklus birahi akan berhenti secara sementara pada keadaan-keadaan: - Sebelum dewasa kelamin; - Selama kebuntingan; - Masa post-partum. Siklus birahi dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan. Tahapan dan lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini :
1. Proestrus (Waktu sebelum estrus). Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadangkadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari.
2. Estrus. Pada tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 - 24 jam.
3. Metaestrus (Waktu setelah estrus berakhir), Pada tahap ini folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan pertumbuhan /pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini 3 - 5 hari.
4. Diestrus (Waktu setelah metaestrus), Pada tahap ini corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron. Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning,yaitu 13 hari.
Pada saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium) dimulai. Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi, bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus danmembentuk apa yang disebut corpus luteum (badan kuning). Corpus luteum ini dibentuk selama 7 hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil lagi karena ada hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan mencegah pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang kebuntingan). Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon, yaitu: - Sebelum ovulasi: hormon estrogen; - Setelah ovulasi corpus luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron. Hormon-hormon ini mengontrol kejadian siklus birahi di dalam ovarium.
Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB)
Pemeriksaan Awal Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri dilaksanakan. Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi kebirahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 harilagi untuk melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan InseminasiBuatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada.
Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :
·         Ternak gelisah
·         sering berteriak
·         suka menaiki dan dinaiki sesamanya
·         vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 Bdalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh)
·         Dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
·         nafsu makan berkurangGejala
Gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak.Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak.

Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)
Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix)pada posisi yang terbuka. Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitungoleh para ahli, perkiraannya adalah :
·         permulaan birahi : 44%
·         pertengahan birahi : 82%
·         akhir birahi : 75%
·         6 jam sesudah birahi : 62,5%
·         12 jam sesudah birahi : 32,5%
·         18 jam sesudah birahi : 28%
·         24 jam sesudah birahi : 12%
Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan
Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan adalah :
·         Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah;
·         Inseminator kurang / tidak terampil;
·         Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi;
·         Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban;
·         kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina.
Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari. Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:
·         Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa);
·         petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi. Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain.
Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit. Ia membutuhkan suatu kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator,petugas pemeriksa kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih memegang peranan yang besar disini. Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan petani. Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini.
Sinkronisasi Estrus
Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara crash-program dimana pada suatusaat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormonProgesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin F2a. Nama dagang yang palingsering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F.Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untukpetugas lapang. Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut : - Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidakkurus (kaheksia);Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akanterjadi.  - Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama; - Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua. Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut: - Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB)  maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahuludengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannyadibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalamair dengan suhu badan 37 oC, selama 7-18 detik. - Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue. - Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih - Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw - Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat - Petugas Inseminasi Buatan (IB)  memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum - Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim(servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu - Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'.Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan