PERIODE hidup
sapi direkomendasikan hanya sampai delapan tahun atau setara jumlah beranak
sapi betina. Maka, memelihara sapi betina secara ekonomis jelas menguntungkan,
asalkan dapat menghasilkan keturunan (bunting).
Sejak inseminasi buatan (IB) pertama kali diperkenalkan ke peternak di tanah air 28 tahun silam, terjadi perubahan pola pemeliharaan ternak sapi dari jenis lokal ke crossing (silang). Kini IB makin diterima peternak, sehingga dalam mengawinkan sapinya mulai ada ketergantungan terhadap teknologi tersebut.
Namun celakanya, masih sering ditemui kegagalan dalam penerapan IB. Hal itu ditandai dengan adanya gagal bunting. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 70% penyebab kegagalan sapi bunting akibat deteksi birahi yang dilakukan peternak tidak tepat. Umumnya akibat pengetahuan peternak masih kurang. Sedangkan faktor kegagalan lainnya antara lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan.
Melihat kasus tersebut, pengamatan atau deteksi birahi perlu dikuasai peternak agar IB berhasil. Birahi pada sapi dapat ditandai dengan ciri-ciri antara lain sapi gelisah, warna kemerahan dan terjadi penebalan pada vagina, nafsu makan turun bahkan hilang sama sekali. Serta timbul perilaku menaiki sapi lain dan keluarnya lendir dari alat kelamin (vulva).
Dari tanda-tanda birahi tersebut, pedoman yang paling tepat bagi peternak untuk melaporkan kepada petugas IB bila sapi sudah mengeluarkan lendir yang cukup banyak dari alat kelaminnya. Banyak terjadi kasus, tanpa memperhatikan leleran cairan dari vulva, tapi peternak sudah memanggil inseminator. Bahkan ada yang melapor karena sapinya sudah ‘teriak-teriak’. Padahal tidak semua sapi betina memperlihatkan tanda itu, banyak juga yang diam saja (silent haid).
”Pela-pelu”
Dalam teknologi IB, yang paling valid dipakai sebagai dasar laporan ke inseminator adalah keluarnya cairan kental, setelah tanda-tanda lainnya semacam vulva menebal, dan tampak kemerahan. Sedangkan tanda-tanda lainnya hanya sebagai awal birahi. Keluarnya cairan kental dari vulva sering disebut peternak sebagai pela-pelu (standing haid).
Stadium standing haid dipakai inseminator sebagai pedoman untuk menandai dan menghitung kapan sel telur turun dari indung telur. Fase ini menjadi dasar hitungan turunnya telur, atau terjadi sekira 10 jam kemudian dari stadium ini. Maka, inseminator selalu bertanya kepada pemilik sapi, kapan pela-pelu keluar.
Usai memperoleh inseminasi, peternak masih harus tetap melakukan pengamatan pada sapi betina. Siapa tahu pela-pelu yang umumnya hanya keluar selama satu hari, tapi karena kesuburannya bisa lebih dari satu hari. Dalam kasus ini, peternak harus melapor kembali ke inseminator agar melakukan IB ulang. Pedoman yang dipakai untuk mengawinkan sapi ada pada pela-pelu yang terlihat pada hari terakhir. Jika masih terlihat pela-pelu di hari kedua, sebaiknya dilakukan IB ulang. Tanpa mengulang IB, kemungkinan bunting kecil sekali. Hal ini perlu dipaparkan agar tidak ada lagi anggapan setelah disuntik pasti bun ting, sehingga mengabaikan pengamat an kemungkinan masih adanya tanda birahi hari berikutnya.
Penyakit kelamin
Teknologi inseminasi buatan (IB) atau artificial insemination (AI) semakin dikenal peternak di tanah air. Sejak dikenalkan pertama kali pada tahun 1976, IB yang sering juga disebut kawin suntik juga telah menghasilkan ternak unggul hasil persilangan dengan ternak lokal.
Salah satu keuntungan IB, khususnya pada sapi, dapat mencegah penularan penyakit kelamin. Misalnya brucellosis yang dapat menyebabkan sapi betina mandul dan bersifat zoonosis. Penyakit semacam itu dapat dihindari karena sperma yang disuntikkan dengan insemining gun (pistol inseminasi) benar-benar berasal dari pejantan unggul.
Di BPMBPT (Balai Pengembangan Mutu Bibit dan Pakan Ternak) DI Yogyakarta misalnya, sapi yang disadap spermanya selalu dicek kondisi kesehatannya. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kualitas sperma.
Selain itu, IB juga mengatasi kelemahan kawin alamiah. IB dapat dilakukan kapan pun, asalkan kondisi sapi betina sedang subur. Teknologi ini juga sangat efisien dan hemat transportasi, karena tidak perlu membawa pejantan ke suatu tempat. Jadi cukup membawa spermanya yang disimpan di dalam straw ke peternakan.
Standar sperma sapi yang layak digunakan untuk keperluan IB sebelum disimpan di dalam straw, harus memiliki konsentrasi 700 juta spermatozoa. Jika konsentrasi berada di bawah angka tersebut biasanya dibuang, karena diyakini secara ilmiah tidak dapat membuahi.
Setelah sperma sapi dimasukkan ke dalam straw, konsentrasinya menjadi 25 juta spermatozoa (1 straw berisi 0,25 ml). Standar warna straw setiap jenis sapi sudah ditentukan secara internasional. Putih untuk sapi simmental dan merah untuk sapi limousin. Selanjutnya sperma dalam straw dibekukan di tabung N2 cair ber suhu minus 196 derajat Celsius. Selama berada di dalamnya, sperma tersebut akan awet selama bertahun-tahun, hingga 10 tahun.*
Sejak inseminasi buatan (IB) pertama kali diperkenalkan ke peternak di tanah air 28 tahun silam, terjadi perubahan pola pemeliharaan ternak sapi dari jenis lokal ke crossing (silang). Kini IB makin diterima peternak, sehingga dalam mengawinkan sapinya mulai ada ketergantungan terhadap teknologi tersebut.
Namun celakanya, masih sering ditemui kegagalan dalam penerapan IB. Hal itu ditandai dengan adanya gagal bunting. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 70% penyebab kegagalan sapi bunting akibat deteksi birahi yang dilakukan peternak tidak tepat. Umumnya akibat pengetahuan peternak masih kurang. Sedangkan faktor kegagalan lainnya antara lain dari usia sapi awal kawin (sapi dara), kecukupan gizi sapi betina, kemampuan petugas IB atau inseminator dan kualitas bibit jantan.
Melihat kasus tersebut, pengamatan atau deteksi birahi perlu dikuasai peternak agar IB berhasil. Birahi pada sapi dapat ditandai dengan ciri-ciri antara lain sapi gelisah, warna kemerahan dan terjadi penebalan pada vagina, nafsu makan turun bahkan hilang sama sekali. Serta timbul perilaku menaiki sapi lain dan keluarnya lendir dari alat kelamin (vulva).
Dari tanda-tanda birahi tersebut, pedoman yang paling tepat bagi peternak untuk melaporkan kepada petugas IB bila sapi sudah mengeluarkan lendir yang cukup banyak dari alat kelaminnya. Banyak terjadi kasus, tanpa memperhatikan leleran cairan dari vulva, tapi peternak sudah memanggil inseminator. Bahkan ada yang melapor karena sapinya sudah ‘teriak-teriak’. Padahal tidak semua sapi betina memperlihatkan tanda itu, banyak juga yang diam saja (silent haid).
”Pela-pelu”
Dalam teknologi IB, yang paling valid dipakai sebagai dasar laporan ke inseminator adalah keluarnya cairan kental, setelah tanda-tanda lainnya semacam vulva menebal, dan tampak kemerahan. Sedangkan tanda-tanda lainnya hanya sebagai awal birahi. Keluarnya cairan kental dari vulva sering disebut peternak sebagai pela-pelu (standing haid).
Stadium standing haid dipakai inseminator sebagai pedoman untuk menandai dan menghitung kapan sel telur turun dari indung telur. Fase ini menjadi dasar hitungan turunnya telur, atau terjadi sekira 10 jam kemudian dari stadium ini. Maka, inseminator selalu bertanya kepada pemilik sapi, kapan pela-pelu keluar.
Usai memperoleh inseminasi, peternak masih harus tetap melakukan pengamatan pada sapi betina. Siapa tahu pela-pelu yang umumnya hanya keluar selama satu hari, tapi karena kesuburannya bisa lebih dari satu hari. Dalam kasus ini, peternak harus melapor kembali ke inseminator agar melakukan IB ulang. Pedoman yang dipakai untuk mengawinkan sapi ada pada pela-pelu yang terlihat pada hari terakhir. Jika masih terlihat pela-pelu di hari kedua, sebaiknya dilakukan IB ulang. Tanpa mengulang IB, kemungkinan bunting kecil sekali. Hal ini perlu dipaparkan agar tidak ada lagi anggapan setelah disuntik pasti bun ting, sehingga mengabaikan pengamat an kemungkinan masih adanya tanda birahi hari berikutnya.
Penyakit kelamin
Teknologi inseminasi buatan (IB) atau artificial insemination (AI) semakin dikenal peternak di tanah air. Sejak dikenalkan pertama kali pada tahun 1976, IB yang sering juga disebut kawin suntik juga telah menghasilkan ternak unggul hasil persilangan dengan ternak lokal.
Salah satu keuntungan IB, khususnya pada sapi, dapat mencegah penularan penyakit kelamin. Misalnya brucellosis yang dapat menyebabkan sapi betina mandul dan bersifat zoonosis. Penyakit semacam itu dapat dihindari karena sperma yang disuntikkan dengan insemining gun (pistol inseminasi) benar-benar berasal dari pejantan unggul.
Di BPMBPT (Balai Pengembangan Mutu Bibit dan Pakan Ternak) DI Yogyakarta misalnya, sapi yang disadap spermanya selalu dicek kondisi kesehatannya. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kualitas sperma.
Selain itu, IB juga mengatasi kelemahan kawin alamiah. IB dapat dilakukan kapan pun, asalkan kondisi sapi betina sedang subur. Teknologi ini juga sangat efisien dan hemat transportasi, karena tidak perlu membawa pejantan ke suatu tempat. Jadi cukup membawa spermanya yang disimpan di dalam straw ke peternakan.
Standar sperma sapi yang layak digunakan untuk keperluan IB sebelum disimpan di dalam straw, harus memiliki konsentrasi 700 juta spermatozoa. Jika konsentrasi berada di bawah angka tersebut biasanya dibuang, karena diyakini secara ilmiah tidak dapat membuahi.
Setelah sperma sapi dimasukkan ke dalam straw, konsentrasinya menjadi 25 juta spermatozoa (1 straw berisi 0,25 ml). Standar warna straw setiap jenis sapi sudah ditentukan secara internasional. Putih untuk sapi simmental dan merah untuk sapi limousin. Selanjutnya sperma dalam straw dibekukan di tabung N2 cair ber suhu minus 196 derajat Celsius. Selama berada di dalamnya, sperma tersebut akan awet selama bertahun-tahun, hingga 10 tahun.*
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara
atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran
alat kelaminbetina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut
'insemination gun'.Tujuan Inseminasi Buatan diantaranya:
·
Memperbaiki mutu genetika ternak;
·
Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat
yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
·
Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara
lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
·
Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
·
Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan Inseminasi Buatan (IB) :
·
Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
·
Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
·
Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina
(inbreeding);
·
Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat
simpan dalam jangka waktu yang lama;
·
Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun
kemudian walaupun pejantan telah mati;
·
Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat
perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
·
Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama
penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Inseminator
Adalah tenaga teknis menengah yang telah dididik dan mendapat sertifikat
sebagai inseminator dari pemerintah (dalam hal ini Dinas Peternakan).Pelayanan
Petugas Inseminasi BuatanPelayanan inseminasi buatan dilakukan oleh Inseminator
yang telah memiliki surat izin melakukan inseminasi dengan sistem aktif, pasif
dan semi-aktif. Bila inseminator belum memiliki izin maka tanggung jawab hasil
kerjanya jatuh pada Dinas Peternakan Propinsi tempatnya bekerja. Pelaporan
pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) mengikuti pedoman sebagai berikut:
·
Inseminator mengisi tanggal pelaksanaan Inseminasi Buatan
(IB) pertama, kedua, ketiga dan seterusnya pada kartucatatan Inseminasi Buatan
(IB) masing-masing akseptor
·
Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang tidak birahi
kembali setelah Inseminasi Buatan (IB) pertama(kemungkinan bunting) dan tempat serta
nama peternak yang sapi / ternaknya yang baru di Inseminasi Buatan (IB)kepada
Petugas Pemeriksa Kebuntingan -
·
Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang "repeat
breeder" (sapi yang telah di Inseminasi Buatan (IB) lebih daritiga kali
dan tidak bunting) kepada Asisten Teknis Reproduksi.
Tugas pokok inseminator adalah:
·
Menerima laporan dari pemilik ternak mengenai sapi birahi
dan memenuhi panggilan tersebut dengan baik dan tepatwaktu
·
Menangani alat dan bahan Inseminasi buatan sebaik-baiknya
·
Melakukan identifikasi akseptor Inseminasi Buatan (IB) dan
mengisi kartu peserta Inseminasi Buatan (IB);
·
Melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak;
·
Membuat laporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) dan
menyampaikan kepada pimpinan SPT IB.
Untuk
mempermudah pelaporan / permintaan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) maka harus
dibuat suatu sistempelaporan yang sederhana, cepat, mudah dan murah. Kotak
laporan, bendera di depan rumah / kandang, kartu birahi dan lain-lain adalah
beberapa sistem komunikasi yang telah dijalankan pada beberapa tempat di
Indonesia. Setiapdaerah mempunyai keadaan yang berbeda, oleh karena itulah
buatlah suatu perjanjian dengan para akseptor mengenai cara-cara komunikasi
yang baik yang disepakati bersama. Komitmen untuk mematuhi keputusan tersebut
juga diperlukan. Petugas IB (inseminator) hanya boleh menginseminasi kalau
betina sedang birahi saja. Kalau betina tidak sedang birahi,petugas IB
sebaiknya memberitahukan ke peternak dan memintanya untuk memperhatikan gejala
birahi dengan lebih baik lagi.
Anatomi
dan Fisiologi Alat Kelamin Betina Pubertas (kematangan alat kelamin / dewasa
kelamin) terjadi akibat aktivitas dalam ovarium (indung telur), umur pubertas
pada sapi adalah antara 7 - 18 bulan, atau dengan berat badan telah mencapai
kurang lebih 75% dari berat dewasa. Kecepatan tercapainya umur dewasa kelamin
tergantung dari:
·
Jenis / bangsa sapi.
·
Gizi Bila jumlah dan kandungan gizi pakan kurang jumlah
atau mutunya, maka dewasa kelamin akan lebih lama dicapai, hal ini disebabkan
berat badan yang kurang;
·
CuacaDi daerah tropis seperti di Indonesia, umur dewasa
kelamin lebih cepat / muda -
·
Penyakit Karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
berat badan, apalagi bila menyerang alat kelamin,maka kemungkinan besar umur
dewasa kelamin lebih lambat dicapai.
Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya
berulang setiap 21 hari, dengan selang antara 17-24 hari. Siklus birahi akan
berhenti secara sementara pada keadaan-keadaan: - Sebelum dewasa
kelamin; - Selama kebuntingan; - Masa post-partum. Siklus birahi
dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan. Tahapan dan
lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini :
1. Proestrus (Waktu
sebelum estrus). Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat
gelisah dan kadangkadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain.
Lamanya 3 hari.
2. Estrus. Pada
tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB).
Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi
adalah 12 - 24 jam.
3. Metaestrus (Waktu
setelah estrus berakhir), Pada tahap ini folikelnya masak, kemudian terjadi
ovulasi diikuti dengan pertumbuhan /pembentukan corpus luteum (badan kuning).
Lama periode ini 3 - 5 hari.
4. Diestrus (Waktu
setelah metaestrus), Pada tahap ini corpus luteum meningkat dan
memproduksi hormon progesteron. Periode ini paling lama berlangsungnya karena
berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning,yaitu 13 hari.
Pada
saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium)
dimulai. Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi,
bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus danmembentuk apa
yang disebut corpus luteum (badan kuning). Corpus luteum ini dibentuk selama 7
hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil lagi karena
ada hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan mencegah
pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang kebuntingan).
Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon,
yaitu: - Sebelum ovulasi: hormon estrogen; - Setelah ovulasi corpus
luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron. Hormon-hormon ini mengontrol
kejadian siklus birahi di dalam ovarium.
Pelaksanaan
Program Inseminasi Buatan (IB)
Pemeriksaan
Awal Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi
Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan
itu sendiri dilaksanakan. Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan
berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi
kebirahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi
terlewati maka kita masih harus menunggu 21 harilagi untuk melaksanakan
Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan
InseminasiBuatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma,
selain kerugian materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat
pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik
untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke
tempat sapi birahi berada.
Tanda
- tanda birahi pada sapi betina adalah :
·
Ternak gelisah
·
sering berteriak
·
suka menaiki dan dinaiki sesamanya
·
vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat
(3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 Bdalam bahasa Sunda:
Beureum, Bareuh, Baseuh)
·
Dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
·
nafsu makan berkurangGejala
Gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali
sehari oleh pemilik ternak.Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik
ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar
sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya.
Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi
yang telah beranak.
Waktu Melakukan Inseminasi Buatan
(IB)
Pada
waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada
saat itu liang leher rahim (servix)pada posisi yang terbuka. Kemungkinan
terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode
tertentu dari birahi telah dihitungoleh para ahli, perkiraannya adalah :
·
permulaan birahi : 44%
·
pertengahan birahi : 82%
·
akhir birahi : 75%
·
6 jam sesudah birahi : 62,5%
·
12 jam sesudah birahi : 32,5%
·
18 jam sesudah birahi : 28%
·
24 jam sesudah birahi : 12%
Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya
Kebuntingan
Faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase
kebuntingan adalah :
·
Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah;
·
Inseminator kurang / tidak terampil;
·
Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi
birahi;
·
Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator
yang lamban;
·
kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi
betina.
Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah
mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari.
Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik
dengan cara:
·
Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan
dewasa);
·
petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi
tanda-tanda birahi. Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu
petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila
sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena
gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain.
Penanganan
bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit. Ia membutuhkan suatu kerja sama
dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana
peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator,petugas pemeriksa
kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang
keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi
Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi
masih memegang peranan yang besar disini. Koordinasi dari berbagai tingkatan
birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas
lapang dan petani. Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program
ini.
Sinkronisasi
Estrus
Pada
beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara
crash-program dimana pada suatusaat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi
padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu
harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya,
sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan
menggunakan hormonProgesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari
jenis Prostaglandin F2a. Nama dagang yang palingsering ditemui di Indonesia
adalah Enzaprost F.Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon
yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untukpetugas
lapang. Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai
berikut : - Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :Sapi
betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidakkurus (kaheksia);Sapi tidak
dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi
dilakukan maka keguguran akanterjadi. - Laksanakan penyuntikan
hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama; - Birahi
akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua. Prosedur Inseminasi
Buatan adalah sebagai berikut: - Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi
Buatan (IB) maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahuludengan
mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat
atau meletakkannyadibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik
adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalamair dengan suhu badan 37
oC, selama 7-18 detik. - Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air
kemudian dikeringkan dengan tissue. - Kemudian straw dimasukkan dalam gun,
dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih -
Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen
beku/straw - Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor
diikat - Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan
(glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum - Tangan petugas
Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan
memegang leher rahim(servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan
lebih dahulu - Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada
daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'.Setelah semua prosedur tersebut
dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar